Minggu, 28 Februari 2016

MAKALAH STENOSIS MITRAL

Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Penyakit Stenosis Mitral
  
   Disusun Oleh:
MIMIN MINTARSIH    (14016)




AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKRTA
TAHUN 2015



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Jantung merupakan organ vital pada sistem organ  manusia. Fungsi jantung yaitu untuk memompa darah yang mengandung oksigen dan  nutrien keseluruh tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi oleh beberapa katub diantaranya adalah  katub atrioventrikuler dan katub semilunar. Katub atrioventrikular yang terdiri dari katub mitral (bicuspid) dan katub trikuspid terdapat diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katub semilunar  berada diantara ventrikel dengan aorta/arteri pulmonalis.  Gangguan pada katub-katub tersebut diantaranya  ialah stenosis mitral dan insufisiensi mitral.

Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat perubahan struktur katub mitral yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Sedangkan, insufisiensi mitral (regurgitasi) ialah keadaan dimana terjadi aliran darah balik (regurgitasi) dari ventrikel ke atrium selama sistolik yang disebabkan oleh kebocoran katub mitral.

Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung reumatik dan umumnya menyerang orang-orang dengan umur yang lebih tua. Gejala-gejala yang timbul pada pasien mitral stenosis antara lain dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul tergantung dari derajat mitral stenosis.
Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung reumatik. Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung reumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4 : 1 dengan gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun. Gejala dapat pula nampak sejak lahir, tetapi jarang sebagai efek tunggal. Stenosis mitral kongenital lebih sering sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks pada bayi. Kegawatan pada pasien dengan stenosis mitral kongenital pada anak-anak akan terjadi antara lain: keterbatasan aktivitas, dispnea, edema perifer, kelelahan, hemoptisis, disfagia, dan nyeri dada.(Horenstein, 2008)

Komplikasi dari penyakit stenosis mitral ini, akan menyebabkan hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.

Untuk kasus stenosis mitral di Indonesia, walaupun kasus baru cenderung menurun, namun kasus ini masih banyak kita temukan. Angka yang pasti tidak diketahui namun dari pola etiologi penyakit jantung, salah satu contoh terdapat pada poliklinik Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan penyakit katup jantung. Sedangkan untuk di luar negeri stenosis mitral sudah jarang ditemukan, walaupun ada kecenderungan meningkat karena meningkatnya jumlah imigran dengan kasus infeksi streptokokus yang resisten. ( Aru.W.Sudoyo, 2006)

Sebagai tenaga medis diharapkan kita bisa menginformasikan kepada masyarakat tentang pencegahan dan cara hidup sehat sebagai upaya pencegahan gangguan kardiovaskuler khususnya stenosis mitral. Perawat sebagai salah satu bagian dari profesi kesehatan turut terlibat dalam usaha pencegahan dan penanganan kasus Stenosis mitral ini. Peran perawat juga dimulai dari usaha promotif, preventif , kuratif, hingga rehabilitatif. Dengan melakukan tindakan yaitu memberikan pengetahuan tentang penyakit stenosis mitral kepada pasien yang mengalami stenosis mitral(kelainan katup jantung), membantu dengan cara mencegah atau mengurangi penyakit tersebut dengan tindakan yang perawat miliki; dan tindakan kolaborasi dengan dokter atau tim medis lainya.

Alasan kelompok mengambil judul makalah ini, dengan alasan karena adanya angka kejadian yang terjadi dan data-data penunjang lainya. Maka kami (kelompok) mengambil judul “Asuhan Keperawatan dengan Stenosis Mitral”.

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas makalah KMB1 Sistem Kardiovaskuler pada Asuhan Keperawatan dengan Stenosis Mitral.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui anatomi dan fisiologi dari jantung;
b.      Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui tentang katup jantung dan fisiologinya ;
c.       Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui definisi dari penyakit Stenosis Mitral;
d.      Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui etiologi dari Stenosis Mitral;
e.       Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui manifestasi klinis dari Stenosis Mitral;
f.       Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui patofisiologi dari Stenosis Mitral;
g.      Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui komplikasi dari Stenosis Mitral;
h.      Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui penatalaksanaan dari Stenosis Mitral;
i.        Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari Stenosis Mitral; dan
j.        Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui proses keperawatan pada Stenosis Mitral.  

C.    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan sistem kepustakaan yaitu dengan membaca, mempelajari, memahami buku, dan sumber lain untuk mendapatkan hasil materi KMB 1 Kardiovaskuler yaitu tentang “Asuhan Keperawatan dengan Stenosis Mitral”.


D.    Ruang Lingkup
Makalah ini merupakan karya tulis ilmiah, yang membahas suatu masalah yaitu tentang “Asuhan Keperawatan dengan Stenosis Mitral”.

E.     Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah terdiri dari 3 Bab yaitu:
BAB I: Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus,
              metode penulisan, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
BAB II:  Tinjauan teori terdiri dari konsep dasar  dan ruang lingkup Asuhan
                 Keperawatan dengan Stenosis Mitral.
BAB III: Kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    Konsep Dasar.
1.      fisiologi jantung manusia
Anatomi dan Fisiologi dari Jantung
Gambar: 2.1 Anatomi dari jantung
(sumber: Simon dan Schuster, 2003)
Jantung memiliki peran dan fungsi yang sangat vital diantara organ-organ vital lainnya. Terganggunya fungsi dan kerja organ jantung akan sangat berpengaruh terhadap fungsi dan kerja organ lainnya. Organ jantung memiliki peran dan fungsi yang sangat vital bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama jantung adalah memompa dan mengedarkan darah ke seluruh sistem dan organ tubuh. Berhentinya kerja jantung maka menjadi sebab berhentinya kerja organ-organ tubuh yang lain.
b.      Siklus Darah Dalam jantung
Atrium kanan menerima darah dari seluruh tubuh yang kaya akan CO2 sebagai hasil metabolisme tubuh, menyimpan dan menyalurkannya ke ventrikel kanan melalui katup triskuspid. Dari ventrikel kanan darah mengalir ke ke paru-paru melalui Arteri Pulmonalis. CO2 yang dibuang melalui paru-paru. Atrium kiri menerima darah kaya oksigen dari paru-paru melalui empat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup bicuspid. Darah kaya oksigen yang sudah tersimpan di ventrikel kiri kemudian menuju aorta melalui katup aorta untuk kemudian disalurkan ke seluruh tubuh untuk proses metabolisme tubuh.
Gambar: 2.2
Siklus darah dalam Jantung
anatomi dan fisiologi jantung manusia
(sumber: Anderson, 1995)






2.      Katup Jantung

Gambar: 2.3
Katup jantung

https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/18147.jpg
(sumber : Jansen Murrray, 2003)

Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi insidensinya, terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Namun, akhir-akhir ini prevalensi penyakit katup jantung ada kecenderungan makin menurun, sedangkan penyakit jantung koroner cenderung meningkat. Berdasarkan penelitian yang ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, penyakit katup jantung ini menduduki urutan ke-2 atau ke-3 sesudah penyakit jantung koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung (Manurung, 1999).
Katup jantung bekerja mengatur aliran darah melalui jantung ke arteri pulmonal dan aorta dengan cara membuka serta menutup pada saat yang tepat ketika jantung berkontraksi dan berelaksasi selama siklus jantung.
Fisiologi
Katup atrioventrikular memisahkan atrium dan ventrikel, terdiri atas katup trikuspidalis yang membagi atrium kanan dan ventrikel kanan, serta katup mitrla atau bikuspidalis yang membagi atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup seminularis terletak antara ventrikel dan arteri yang bersangkutan. Katup pulmonal terletak antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, sedangkan katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Katup normal memiliki dua ciri aliran darah, yaitu: aliran searah dan aliran yang tidak dihalangi. Katup akan membuka bila tekanan dalam ruang jantung di proksimal katup lebih besar dari tekanan dalam ruang atau pembuluh di sebelah distal katup. Sebaliknya, katup akan menutup bila tekanan distal lebih besar dari pada tekanan dalam ruang di proksimal katup. Misalnya, katup atrioventrikularis akan membuka bila tekanan dalam atrium lebih besar daripada tekanan dalam ventrikel serta akan menutup bila tekanan ventrikel lebih besar daripada tekanan atrium. Daun katup sedemikian responsifnya sehingga perbedaan tekanan yang kecil (kurang dari 1 mmHg) antara dua ruang jantung sudah mampu membuka dan menutup daun katup tersebut.

B.     Konsep Penyakit Stenosis Mitral
1.      Definisi dari Stenosis Mitral
Mitral stenosis adalah blok aliran darah pada tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leaflets yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik. (Suparman ; 2000:1035 )

Secara definisi maka stenosis mitral dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leafleats, yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).

Mitral stenosis adalah perubahan progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral yang menyebabkan penyimpatan lumen dan sumbatan progresif aliran darah ( Huddak dan Gallow ; 1998: 825 ).

Jadi, menurut kelompok Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progesif aliran darah. Secara normal, pembukaan katup mkitral adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil. Penyebab stenosis (katup) yang paling sering adalah endokarditis rematik dan lebih jarang adalah tumor, pertumbuhan bakteri, klasifikasi, serta trombus.
Atau stenosis mitral merupakan keadaan dimana terjadi gangguan aliran
darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level
katup mitral. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan
pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat
diastol.

Disfungsi Katup
Kelainan atau disfungsi katup diklasifikasikan menjadi dua jenis:
a)      Insufisiensi katup
Daun katup tidak dapat menutup dengan rapat sehingga darah dapat mengalir balik atau akan mengalami kebocoran (sinonimnya adalah regurgitasi katup dan inkompetensi katup).
b)      Stenosis katup
Lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami hambatan atau aliran darah melalui katup tersebut akan berkurang.
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup memaksa jantung memompakan darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik, sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis memaksa jantung untuk meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningkat, karena akan meningkatkan tekanan kerja kardium. Respon miokardium yang khas pada peningkatan volume dan tekanan kerja berupa dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dalam memompa darah.
Kelainan katup mitral dibagi menjadi beberapa kategori berikut: prolap katup mitral, stenosis mitral, dan insufisiensi atau regurgitasi mitral. Kelainan katup aorta dikategorikan sebagai stenosis aorta dan insufisiensi atau regurgitasi aorta. Perbedaan kelainan aorta tersebut menimbulkan berbagai gejala, bergantung pada beratnya dan mungkin memerlukan perbaikan secara bedah atau penggantian untuk mengoreksi masalah.

2.      Etiologi
Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung rheumatik (endokarditis reumatika), akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lainya walaupun jarang dapat juga stenosis mitral kongenital, deformitas parasut mitral, vegetasi systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin, rheumatoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri seperti Cor triatrium, miksoma atrium serta trombus sehingga menyerupai stenosis mitral. Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rheumatik. Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya. Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung rheumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4 : 1. Disamping atas dasar penyakit jantung rheumatik, masih ada beberapa keadaan yang dapat memperlihatkan gejala-gejala seperti stenosis mitral, misalnya miksoma atrium kiri, bersamaan dengan ASD (atrium septal defect) seperti pada sindrom Lutembacher, ball velve thrombi pada atrium kiri yang dapat menyebabkan obstruksi outflow atrium kiri. Kausa yang sangat jarang sekali ialah stenosis mitral atas dasar kongenital, dimana terdapat semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat memeprlihatkan keadaan kortri atrium. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.

3.      Manifestasi Klinis
Kebanyakan penderita stenosis mitral bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru. Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak. Timbulnya keluhan pada pasien stenosis mitral adalah akibat peninggian tekanan vena pulmonal yang diteruskan ke paru. Gejala-gejala yang timbul pada pasien mitral stenosis antara lain dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, lelah, oedem kaki dan nyeri dada. Gejala-gejala yang muncul tergantung dari derajat MS(mitral stenosis):
a.       Stenosis Mitral ringan
MVA(mitral valve area) 1,6 sampai 2 cm2. Pada MS ringan ini timbul gejala  sesak nafas pada beban fisik yang sedang, tetapi pada umumnya dapat mengerjakan aktivitas sehari-hari. Beban fisik berat, kehamilan, infeksi atau atrial fibrilasi (AF) rapid respon dapat menyebabkan sesak nafas yang hebat.
b.      Stenosis Mitral sedang-berat
MVA 1 sampai 1,5 cm2. Gejala pada MS tipe ke dua ini timbul sesak nafas yang sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, sesak nafas timbul seperti jalan cepat, jalan menanjak. Infeksi pulmonal, AF (atrial fibrilasi) dengan QRS rate cepat sebagai pemicu, mendasari terjadinya kongesti pulmonal, dan memerlukan penanganan emergency dan perawatan di rumah sakit. Batuk, sesak nafas, suara nafas wheezing, hemoptisis mirip atau disangka bronchitis karena kadang-kadang bising diastolik tidak terdengar oleh aukultator yang tidak terlatih. Palpitasi biasanya akibat Atrial fibrilasi. Selain itu, warna semua kemerahan di pipi menjadi salah satu tanda yang menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis mitral.

4.      Patofisiologi
Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke vertikel kiri selama fase diatolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar guna mendorong darah melampaui katup yang menyempit. Sehingga, selisih tekanan atau gradien tekanan antara dua ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisish tekanan tersebut minimal.
Gradien transmitral merupakan hall mark stenosis mitral selain luasnya area katup mitral, walaupaun Rahimtoola berendapat bahwa gradien dapat terjadi akibat aliran besar melalui katup normal, atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya kenaikan tekanan atrium kiri akan diteruskan ke vena pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti paru serta keluhan sesak (exertional dyspnea).
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutup katup aorta dan terjadinya opening snap. Bedasrakan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:
1.      Minimal: bila area >2.5 cm2
2.      Ringan: bila area 1.4-2.5 cm2
3.      Sedang: bila area 1-1.4 cm2
4.      Berat: bila area <1.0 cm2
5.      Reaktif: bila area <1.0 cm2
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup mitral menurun sampai seperdua normal ( <2-2.5 cm2). Hubungan gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Stenosis mitral
Derajat Stenosis
A2-OS interval
Area
Gradien
Ringan
Sedang
Berat 
>110 mscc
80-110 mscc
<80 mscc
>1.5 cm2
>1 dan <1.5 cm2
<1 cm2
<5 mmHg
5-10 mmHg
>10 mmHg
(Arief Mansjoer, dkk. 2000)
Keterangan :
A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral
Kalau kita lihat fungsi lama waktu pengisian dan besarnya pengisian, gejala/simptom akan muncul bila waktu pengisian menjadi pendek dan aliran transmitral besar, sehingga terjadi kenaikan tekanan atrium kiri walaupun area belum terlalu sempit (>1.5 cm2). Pada stenosis mitral ringan simptom yang muncul biasanya dicetuskan oleh faktor yang meningkatkan kecepatan aliran atau curah jantung, atau menurunkan periode pengisian distol, yang akan meningkatkan tekanan atrium kiri secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain : latihan, stres emosi, infeksi, kehamilan, fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat. Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktivitas.
Stenosis mitral juga terjadi akibat bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam rheumatik. Selain itu, oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan  tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium kanan. Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya fibrilasi atrium.
Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke ventrikel kiri menyebabakan terjadi aliran darah balik, yaitu dari atrium kiri kembali ke vena pulmonalis, selanjutnya menuju ke pembuluh darah paru-paru dan mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium. Meningkatnya volume darah pada pembuluh darah paru-paru ini akan membuat tekanan hidrostatiknya meningkat dan tekanan onkotiknya menurun. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan keluar yang akan menyebabkan udem paru yang kemudian bisa menyebabkan sesak napas pada penderita. Selain itu, akan menyebabkna hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral, dengan patofisiologi yang komplek. Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin, atau perubahan anatomik yaitu remodel akibat hipertropi tunika media dan penebalan intima (reactive hypertension). Kenaikan resistensi arteriolar paru ini sebenarnya merupakan mekanisme adaptif untuk melindungi paru dari kongestif. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi trikuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.
5.      Komplikasi
Stenosis mitral akan menyebabkan bronkopneumonia, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.

6.      Penatalaksanaan
a.       Pendekatan klinis pasien dengan Stenosis mitral
Pada setiap pasien stenosis mitral anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan. Prosedur penunjang EKG, foto toraks, ekokardiografi seperti yang telah disebutkan diatas harus dilakukan secara lengkap.
Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimtomatik, tindakan lanjutan sangat tergantung dengan hasil eko. Sebagai contoh pasien aktif asimtomatik dengan area >1,5 cm2, gradien <5 mmHg, maka tidak perlu dilakukan evaluasi lanjut, selain pencegahan terhadap kemungkinan endokarditis. Lain halnya bila pasien tersebut dengan area mitral <1,5 cm2.
b.      Pendekatan medis
Prinsip umum. Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat suportif atau simtomatik terhadap gangguan fungsional jantung, tau pencegahan terhadap infeksi.
Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam reumatik atau pencegahan ekokarditis sering dipakai. Obat-obatan inotropik negatif seperti β-blocker atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Retriksi garam atau pemberian diuretik secara intermiten bermanfaat jika terdapat bukti adanya kongesti vaskular paru.
Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis tidak bermanfaat, kecuali terdapat disfungsi ventrikel baik kiri atau kanan. Latihan fisik tidak dianjurkan, kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran, karena latihan akan meningkatkan frekuensi jantung dan memperpendek fase diastole dan seterusnya akan meningkatkan gradien transmitral.
Fibrilasi Atrium. Prevalensi 30-40% akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat.
Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Penyekat beta atau anti aritmia juga dapat dipakai untuk mengontrol frekuensi jantung, atau pada keadaan tertentu untuk mencegah terjadinya fibrilasi atrial paroksismal. Bila perlu pada keadaan tertentu di mana terdapat gangguan hemodinamik dapat dilakukan kardioversi elektrik, dengan pemberian heparin intravenous sebelum pada saat ataupun sesudahnya.
Pencegahan Embolisasi Sistemik. Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
Valvotomi Mitral Perkutan dengan Balon. Pertama kali di perkenalkan oleh Inoue tahun 1984 dan pada tahun 1994 ditermia sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur 1 balon.
Intervensi bedah, reparasi, atau ganti katup. Kosep komisurotomi mitral pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902, dan berhasil pertama kali pada tahun 1920. Sampai pada tahun 1940 prosedur yang dilakukan adalah komisurotomi bedah tertutup. Tahun 1950 sampai 1960 komisurotomi bedah tertutup dilakukan melalui transatrial serta transventrikel. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung paru. Dengan cara ini katup terlihat dengan jelas, pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa. Perlu diingat bahwa sedapat mungkin diupayakan operasi bersifat reparasi oleh karena dengan protesa akan timbul risiko antikoagulasi, trombosis pada katup, infeksi endokarditis, malfungsi protesa serta kejadian trombo emboli.
Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi. Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan kardiotonikum dan diuretik. Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau menyobek komisura katup mitral yang lengket atau menganti katup mitral dengan katup protesa. Pada beberapa kasus dimana  pembedahan merupakan kontraindikasi  dan terapi medis tidak mampu menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat dilakukan valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurangi beberapa gejala.

7.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik
Akibat perubahan tersebut atrium menjadi tidak stabil secara elektris , akibatnya terjadi disritmia atrium permanen. Pada auskultasi sering didapatkan bising diastolik dan bunyi jantung pertama ( sewaktu katup AV menutup ) mengeras, dan opening snap akibat hilangnya kelenturan daun katup. Alat bantu diagnostik bagi kardiologis adalah elektrokardiografi, ekokardiografi, dan kateterisasi jantung dengan angiografi untuk menetukan beratnya stenosis mitral.
Elektrokardiogram dilakukan jika terjadi pembesaran atrium kiri (gelombang P melebar dan bertakik) dikenal sebagai P mitral,bila iramanya sinus normal, hipertrofi ventrikel kanan, dan fibrilasi atrium. Radiogram dada dilakukan jika terjadi pembesaran  atrium kiri dan ventrikel kanan , kongesti vena pulmonalis , edema paru- paru intertisisal, redistribusi vaskular paru- paru ke lobus atas , serta kalsifikasi katup mitralis. Temuan hemodinamik didapatkan peningkatan selisih tekanan pada kedua sisi katup mitralis. Peningkatan tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler pulmonalis dengan gelombang yang prominent . Peningkatan tekanan arteri di paru,  curah jantung rendah, peningkatan tekanan jantung sebelah kanan, serta tekanan vena jugularis dengan gelombang V yang bermakna dibagian atrium kanan atau vena jugularis jika ada insufisiensi trikuspidalis.
Beberapa tindakan pada pemeriksaan diagnostik:
a.       Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri melewati katup mitral, penurununan orivisium katup (1,2 cm), peninggian tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung.
b.      Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
c.       ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan, fibrilasi atrium kronis.
d.      Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular, tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
e.       Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup.

C.    Proses Keperawatan pada Stenosis Mitral
1.      Pengkajian
Pasien dengan stenosis mitral biasanya mengalami kelelahan sebagai akibat curah jantung yang rendah, batuk darah (hemoptisis), kesulitan bernafas (dispnea) saat latihan akibat hipertensi vena pulmonal, batuk dan infeksi saluran nafas berulang. Denyut nadi lemah serta sering tidak teratur karena fibrilasi atrial yang terjadi sebagai akibat dari dilatasi dan hipertropi atrium.
a.       Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, Pusing, rasa berdenyut,Dispnea karena kerja, palpitasi, Gangguan tidur (Ortopnea, dispnea paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
Tanda : Takikardi, gangguan pada TD, Pingsan karena kerja,Takipnea, dispnea.
b.      Sirkulasi
Gejala : Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis  bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital ( contoh kerusakan atrial-septal, sindrom marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal.Riwayat murmur jantung, palpitasi, Serak, hemoptisis, Batuk, dengan/tanpa produksi sputum.
Tanda :  Nadi apikal : PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM)
Getaran : Getaran diastolik pada apek (SM)
Bunyi jantung : S1 keras, pembukaan yang keras (SM).
Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat)
Kecepatan : Takikardi pada istirahat (SM).
Irama : Tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM).
Bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM)
DVJ : Mungkin ada pada adanya gagal ventrikel kanan (IA,SA,IM,IT,SM).
c.       Integritas Ego
Gejala : Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit, gemetar.
d.      Makanan/Cairan
Gejala :  Disfagia (IM kronis), Perubahan berat badan,Penggunaan diuretik.
Tanda : Edema umum atau dependen.
Hepatomegali dan asites (SM,IM,IT)
Pernapasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan mengi.
e.       Neurosensori
Gejala : Episode pusing/pingsan berkenaan dengan bahan kerja.

f.       Pernapasan
Gejala : Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, noktural). Batuk menetap atau noktural  (sputum mungkin/tidak produktif)
Tanda : Takipnea, Bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), Sputum banyak dan bercak darah (edema pulmonal)
Gelisah/ketakutan (pada adanya edema pulmonal).
g.      Keamanan
Gejala : Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi.
Tanda : Adanya perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dan sebagainya), dan perlu perawatan gigi/mulut.

2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul:
a.       Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
b.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik
c.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan upaya batuk buruk , dan edema trakeal / faringeal.
d.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder akibat edema paru akut.
e.       Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
f.       Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.

3.      Rencana Keperawatan
a.       Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam          diharapkan gangguan perfusi jaringan dapat teratasi dengan baik. 
Kriteria Hasil :
vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.

No
Intervensi
Rasional

1.
Mandiri
 S   Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pingsan).

Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2.
Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.

Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3.
Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
Indikator adanya trombosis vena dalam.

4.
Dorong latihan kaki aktif/pasif.


Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis.
5.
Pantau pernafasan.
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
6.
Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI(Gastro Intestinal), contoh kehilangan pristaltik.

7.
Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.

Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.


b.      Diagnosa Keperawatan : Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam          diharapakan penurunan curah jantung dapat teratasi dengan baik.  Kriteria Hasil :
Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
No
Intervensi
Rasional

1.
Mandiri
Kaji frekuensi nadi, RR(Respirasi Rate), TD(Tekanan darah) secara teratur setiap 4 jam.

Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.
2.
Catat bunyi jantung.

Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
3.
Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.

Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
4.
Pantau intake dan output setiap 24 jam.


Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.

5.
Batasi aktifitas secara adekuat.

Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
6.
Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.

Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD(Tekanan darah) dan meningkatkan kerja jantung.

c.       Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan upaya batuk buruk , dan edema trakeal / faringeal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam          diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
klien mampu melakukan batuk efektif, pernapasan klien normal
(16-20 kali per menit ) tanpa ada penggunaan otot bantu napas,  bunyi napas normal, Rh -/-, dan pergerakan napas normal.


No
Intervensi
Rasional

1.
Mandiri
Kaji fungsi pernafasan (bunyi napas, kecepatan irama, kedalaman ,dan penggunaan otot aksesoris).


Penurunan bunyi napas menunjukan atelektasis, ronki menunjukan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan pengguanaan otot aksesori  dan peningkatan kerja pernapasan.
2.
Kaji kemampuan klien dalam mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum dan adanya hemoptisis.

Pengeluaran sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat ). Sputum berdarah bila ada luka (kavitasi ) paru atau luka bronkial dan memerlukan intervensi lebih lanjut.
3.
Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/hari, kecuali tidak diindikasikan

Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas.
4.
Berikan posisi semi fowler tinggi kemudian bantu pasien latihan napas dalam dan batuk efektif.

Posisi fowler memaksimalkan ekspensi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
5.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan (suction)
Mencegah obstruksi dan aspirasi. Penghisapan diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekretnya.
6.
Kolaborasi :
Agen mukolitik



Kortikosteroid


Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan

Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia, terutama bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

d.      Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder akibat edema paru akut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam          diharapkan pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
klien tidak sesak nafas, RR(Respirasi rate) dalam batas normal 16 -20 kali/ menit, respon batuk berkurang, urine output 30 ml/jam.

No
Intervensi
Rasional

1.
Mandiri
Auskultasi bunyti napas (krales)


Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung
2.
Kaji adanya edema.

Curiga gagal kongestif / kelebihan volume cairan.

3.
Ukur intake dan output.

Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium / air, dan penurunan pengeluaran urine.
4.
Timbang berat badan.

Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukan gangguan keseimbangan cairan.
5.
Pertahankan pemasukan total cairan 2.000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.

Memenuhui kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung .
6.
Kolaborasi :
Berikan diet tanpa garam





Berikan diuretik, contoh: furosemide, sprinoiakton, hidronolakton.



Pantau data laboratorium elektrolit kalium

Tindakan pembedahan komisurotomi.


Natrium meningkatkan retensi cairan dan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardium

Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan , sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.

Hipoklemia dapat membatasi keefektifan terapi.

Tindakan pembedahan dilakukan apabila tindakan untuk menurunkan masalah klien yang tidak teratasi, Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau robek komisura katup mitral yang lengket atau mengganti katup mitral dengan katup protesa.

e.       Diagnosa Keperawatan : Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam          diharapkan kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas normal, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.

No
Intervensi
Rasional

1.
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.


Mengindikaiskan edema paru skunder akibat dekompensasi jantung.
2.
Catat adanya DVJ?, adanya edema dependen.

Dicurigai adanya gagal jantung kongestif.kelebihan volume cairan.

3.
Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbnagan cairan.

Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi cairan/Na, dan penurunan keluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang pada adanya gejala lain menunjukkan klebihan volume/gagal jantung.
4.
Pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.

Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
5.
Berikan diet rendah natrium/garam.

Na meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
6.
Delegatif pemberian diiretik.
Mungkin perlu untuk memperbaiki kelebihan cairan.



f.       Diagnosa Keperawatan : Intoleran aktifitas berhubungan dengan adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam          diharapkan aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kreteria Hasil :
Klien menujukan peningkatan kemampuan beraktivitas /mobilisasi ditempat tidur, RR dalam batas normal.
No
Intervensi
Rasional

1.
Mandiri
Catat frekuensi dan irama jantung serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas

Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya penurunan oksigen miokard.

2.
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.

3.
Ajurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen. Misalnya, mengejan saat defakasi.

Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung dan takikardia, serta peningkatan tekanan darah.
4.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas . Contoh : bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Ativitas yang maju memberikan kontrol jantung meningkat, regangan, dan mencegah aktivitas berlebihan.

5.
Pertahankan klien tirah baring sementara terdapat nyeri akut.

Untiuk mengurangi beban jantung.

6.
Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien.
Untuk meningkatkan venous return.

7.
Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.

Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return.

8.
Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas.

Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan aktivitas.
9.
Berikan waktu istirahat diantara waktu beraktivitas.

Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
10.
Pertahankan penambahan O2 sesuai kebutuhan.
Untuk meningkatkan oksigenisasi jaringan.
11.
Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi napas, serta keluhan subjektif.
Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.

12.
Berikan diet sesuai kebutuhan (pembatasan air dan Na )

Mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung.

4.      Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi sebagai berikut :
a.       Berdasarkan respon klien;
b.      Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan operasional, hukum dan kode etik keperawatan;
c.       Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia;
d.      Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan;
e.       Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam perencanaan keperawatan;
f.       Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self care);
g.      Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan;
h.      Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien;
i.        Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan;
j.        Bersifat holistik;
k.      Kerjasama dengan profesi lain;
l.        Melakukan dokumentasi.

5.      Evaluasi.
Menurut Craven Hirnle (2000). Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektivitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil. Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi :
a.       Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kreteria hasil yang telah ditetapkan;
b.      Masalah sebagian teratasi; jika klien menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kreteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah ataau diagnosa keperawatan baru.
c.       Tujuan Pemulangan pasien pada Stenosis Mitral
1)      Pasien bebas tanda/gejala dekompensasi jantung;
2)      Pasien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri dengan perbaikan intoleransi aktivitas;
3)      Nyeri/ketidaknyamanan pada pasien dapat dikurangi/dikontrol;
4)      Proses penyakit, manajemen, dan pencegahan komplikasi dapat dipahami oleh pasien.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jantung merupakan organ vital pada sistem organ  manusia. Fungsi jantung yaitu untuk memompa darah yang mengandung oksigen dan  nutrien keseluruh tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi oleh beberapa katub diantaranya adalah  katub atrioventrikuler dan katub semilunar. Gangguan pada katub-katub tersebut diantaranya  ialah stenosis mitral dan insufisiensi mitral.

Stenosis mitral ialah terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat perubahan struktur katub mitral yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Atau Mitral stenosis adalah perubahan progresif dan pengerutan bilah-bilah kanttup mitral yang menyebabkan penyimpatan lumen dan sumbatan progresif aliran darah ( Huddak dan Gallow ; 1998: 825 ).

Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung rheumatik (endokarditis reumatika), akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lainya walaupun jarang dapat juga stenosis mitral kongenital, deformitas parasut mitral, vegetasi systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin, rheumatoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.

Gejala-gejala yang timbul pada pasien mitral stenosis antara lain dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, lelah, oedem kaki dan nyeri dada. Gejala-gejala yang muncul tergantung dari derajat MS(mitral stenosis). Stenosis mitral akan menyebabkan bronkopneumonia, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.

B.     Saran
Diharapkan agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan dengan Stenosis Mitral agar dapat menangani pasien dengan penyakit tersebut. 

DAFTAR PUSTAKA
Aru.W.Sudoyo.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran UI
Muttaqin,Arif.2009.Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler
                   dan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika
Sudarta, I Waya. 2013. Asuhan Keperawatan dengan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Yogyakarta:Pustaka Baru
Udjiyanti, Wajan Juni.2010.Keperawatan Kardiovaskular.Jakarta:Salemba Medika